shoutmix

09 Februari 2010

Duka & Lara Mahasiswa


Beberapa dari Anda mungkin pernah mengalami masa-masa kuliah yang indah, lancar dan lulus tepat pada waktunya. Tapi tak sedikit pula yang mendapatkan banyak cobaan saat menempuh masa kuliah.

Ya, hal itu pulalah yang sekarang sedang hangat-hangatnya jadi pembicaraan saya dengan beberapa teman saya. Kesempatan lulus yang sudah didepan mata secepat-cepatnya pupus ketika mendapati beberapa teman kami yang sudah lulus(ketika itu sebulan yang lalu) mendapati transkrip nilainya tidak dapat dikeluarkan oleh TU (baca: Tata Usaha) jurusan karena ada satu mata kuliah wajib yang belum terambil. Saya dan beberapa teman saya lainnya yang mengetahui hal tersebut langsung 'tanggap darurat', apakah kami juga belum mengambil mata kuliah yang sama? Setelah cek-cek ulang ternyata kami juga belum.


Hal tersebut akhirnya menyeret kami yang kesemuanya adalah angkatan 2004 ke dalam masalah. Masalah yang akan menjadi berat dan susah. Kami sadari itu, begitu mengetahui kami akan berurusan dengan siapa. Ya, dosen pengampu mata kuliah yang belum kami ambil itu adalah salah satu dosen bermasalah yang pernah hampir kami demo. Dan sekarang semua itu akan menjadi agak membuat malas untuk mengurusnya.

Beberapa hari setelah kejadian transkrip beberapa teman saya yang tidak bisa diproses tadi, kebetulan himpunan mahasiswa jurusan(HMJ) kami menggelar acara rutin bertajuk sarasehan mahasiswa dengan jurusan. Dan otomatis, kami angkatan 2004 tentunya tidak mau melewatkan momen ini begitu saja.
Kamipun datang beramai-ramai(sekitar 15-20 orang) dan ikut duduk di kerumunan peserta sarasehan. Kebetulan, saat itu saya yang pertama mengangkat permasalahan ini ke forum tersebut mewakili teman-teman saya.

Rupanya jurusan sudah menebak kehadiran kami sebelumnya. Benar saja. Sejak awal kami sudah tersindir, meskipun mungkin niat hati bapak tersebut adalah untuk mengklarifikasi masalah. Tapi, apakah mengklarifikasi masalah itu cukup dengan menyalahkan kami?

"telat kok sampe kurikulumnya mo abis, baru tau kalo belum ambil.."
"ga gampang loh bikin kurikulum itu.."
"saya rasa para dosen sudah mengetahui tentang pergantian kurikulum itu(th. 2006) beserta prasyarat dan integrasinya.."

Jujur, potongan-potongan kalimat tersebut (dan beberapa lainnya) menyentil telinga saya untuk berkomentar dengan mulut saya sendiri secara langsung.

Ok. Beberapa poin yang membuat semua ini nampak menjadi sebuah miss-understanding adalah:
Menurut jurusan (via dosen pengampu yang pernah hampir kami demo) :
1. merasa sudah cukup mempublikasikan informasi kurikulum baru kepada jurusan, salah satunya dengan memberikan kopian info kurikulum baru melalui HMJ.
2. mahasiswa tidak memaksimalkan peran dosen wali ketika perwalian, pengesaran KRS ataupun mengesahan transkrip untuk kebutuhan lain.
3. sanggahan mahasiswa hanya berdasarkan "katanya si A..", "katanya si B..", dan bukan berdasarkan informasi legal dari jurusan/dosen(mengacu ke keterangan ke 2).

Komentar mahasiswa (melalui saya):
1. HMJ tidak merasa menerima kopian info kurikulum yang disebutkan telah beberapa kali diberikan, dan kebetulan ketika itu memang masa jabatan kami angkatan 2004 untuk memimpin HMJ periode 2006.
2. tidak yakin dosen wali dapat diharapkan dengan maksimal mengenai pemberian informasi ini, menjadi contoh ketika saya melakukan perwalian, saya selalu membuka obrolan tentang kuliah, namun sejauh ini dosen wali saya tidak pernah menanyai ataupun mengecek apakah saya sudah mengambil mata kuliah tersebut atau belum.
3. diakui memang mahasiswa hanya bisa meminta keterangan dari teman-teman yang beredar di kampus tentang informasi perkuliahan yang sedang beredar di kampus, terkait dengan nomor 2.

Itu menjadi salah sekian dari pernyataan jurusan melalui dosen yang bersangkutan yang sempat saya sanggah melalui beberapa kenyataan yang terjadi pada mahasiswa.

Keadaan ini membuat kami mendesak jurusan untuk mengeluarkan kebijaksanaan yang win win solutions untuk kami.Namun, kami akhirnya 'terpaksa' kuliah lagi. Dan keputusan itu diambil setelah melewati perjalanan yg panjang.

Kejadian ini bukan saja membuat 'kelulusan yg dibatalkan/ditunda' tapi juga membuat kami merasa sedikit 'terjebak'. Dan sangat disayangkan pula, ketika disinggung soal win win solution tsb, 'beliau' dirasa kurang menangkap apa yg kami maksudkan.

Perjuangan kami tdk berhenti sampai disitu. Lobi-lobi kepada kajur masih terus dilakukan,sampai pada adanya gagasan kuliah (baca:percepatan) untuk mahasiswa yg tersisa, dan gagasan itu sudah sempat di-acc langsung oleh bapak kajur. Kami diwajibkan mengambil rPLBO untuk sampai tengah semester ke depan, agar bisa ikut wisuda April. Kami sudah (agak) lega, pulang membawa hasil ini.

Namun, ternyata masalah belum selesai sampai disitu. Beberapa jam sebelum kuliah dimulai, saya dan beberapa teman menghadap bapak kajur untuk menanyakan mata kuliah lain (yg sempat dianggap wajib) serta perkembangan rPLBO. Dan ternyata rencana wisuda April kandas, salah satu alasannya karena ternyata adanya ketidaksiapan jurusan menghadapi pihak lain yg nantinya dirasa akan mengganjal di masa yg akan datang(baca: Kopertis dan pihak universitas). Disinilah akhirnya kata 'dijebak' terlontar oleh salah satu(atau dua) orang teman yg ikut kuliah setelah terima penjelasan saya.

Dijebak dan serasa jadi kambing hitam.

kalo memang ada statement "yg belum ambil mata kuliah tsb, yaa wajib ambil/kuliah", knapa ga skalian aja itu semua yg belum ambil (termasuk yg udah lulus) dikumpulin buat kuliah jadi satu. knapa cuman kami yg (kebetulan) tersisa di kampus yg menerima semua ini?
Sumber:
Multiply

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger