Beberapa hari usai masa ta’ziyah atas wafatnya Khalifah Umar bin Khattab RA, para sahabat Rasulullah SAW mengadakan musyawarah untuk memilih pengganti khalifah. Lalu ditunjuklah enam orang, sahabat pilihan untuk menentukan kelangsungan kepemimpinan umat Islam.
Keenam orang tersebut adalah Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Saad bin Abi Waqqash.
Saat bermusyawarah, kelima orang tersebut menunjuk Abdurrahman bin ‘Auf menjadi pengganti Umar bin Khattab. Namun, Aburrahman bin ‘Auf menolak, dan untuk memecahkan masalah kepemimpinan ini, Abdurrahman bin ‘Auf bertanya kepada Zubeir bin Awwam tentang siapa yang pantas menjadi khalifah.
Zubeir bin Awwam menunjuk Ali bin Abu Thalib. Ketika ditanya kepada Saad bin Abi Waqqash, ia pun memilih Ali bin Abu Thalib. Saat ditanya kepada Thalhah, Thalhah berkeras tetap memilih Abdurrahman bin ‘Auf.
Ketika ditanya kepada Ali bin Abu Thalib, Ali menunjuk Utsman bin Affan, dan ketika ditanya kepada Utsman bin Affan, Utsman menjawab ia lebih memilih Ali bin Abu Thalib.
Ternyata untuk dipilih jadi penguasa (amanah) orang pada masa itu lebih memilih tidak memangku amanah. Sepertinya berbeda sekali dengan masa sekarang. Orang berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin dan penguasa. Mungkin mereka tidak sadar konsekuensi dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Akhirnya setelah ditimbang dengan matang. Pertemuan berakhir dengan ditunjuknya Utsman bin Affan sebagai khalifah.
Kisah ini memberi gambaran kepada kita, tentang keteladanan para sahabat Rasulullah SAW. Keenam orang sahabat ini, saling ’berebut’ untuk menolak kekuasaan.Sangat berbeda dengan kaum politisi, yang saling berlomba untuk mendapatkan jabatan.
Kisah ini memberi gambaran kepada kita, tentang keteladanan para sahabat Rasulullah SAW. Keenam orang sahabat ini, saling ’berebut’ untuk menolak kekuasaan.Sangat berbeda dengan kaum politisi, yang saling berlomba untuk mendapatkan jabatan.
Larangan Rebutan Kekuasaan
Mencari-cari kekuasaan (jabatan), bahkan dengan saling memperebutkannya, bukanlah prilaku seorang muslim. Di dalam beberapa haditsnya, Rasulullah mengecam orang-orang seperti ini, diantaranya :
1. Dari Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah ra. berkata : “Rasulullah saw. bersabda kepada saya : “Wahai ‘Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta suatu jabatan karena sesungguhnya bila kamu diberi suatu jabatan tanpa memintanya maka kamu akan mendapat pertolongan dalam menjabat jabatan itu, tetapi kalau kamu diberi suatu jabatan karena meminta, maka jabatan itu akan diserahkan (dibebankan) sepenuhnya kepadamu….”(Shahih Bukhari No.7146 dan Shahih Muslim No.1652).
2. Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ”Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi untuk dapat memegang suatu jabatan, tetapi nanti pada hari kiamat jabatan itu merupakan suatu penyesalan” (Shahih Bukhari No.7148).
3. Dari Abu Musa Al Asy’ary ra. berkata : “Saya bersama dua orang saudara sepupu datang kepada Nabi saw., kemudian salah seorang di antara keduanya itu berkata : “Wahai Rasulullah, berilah kami suatu jabatan pada sebahagian apa yang telah Allah ‘azza wajalla kuasakan terhadap tuan”. Dan yang lain juga berkata seperti itu. Kemudian beliau bersabda :”Demi Allah, aku tidak akan mengangkat seorang dalam suatu jabatan yang mana ia memintanya, atau seseorang yang sangat ambisi pada jabatan itu”. (Shahih Bukhari No.7149 dan Shahih Muslim No.1733)
Mungkin ada baiknya juga sebelum menjadi penguasa, calon-calon pemimpin belajar dari sejarah kepemimpinan di masa sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Dengan begitu mereka menyadari harus seperti apa menjadi pemimpin itu. Mudah-mudahan di masa yang akan datang semakin banyak pemimpin yang amanah dan mengutamakan kepentingan rakyatnya.
2. Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ”Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi untuk dapat memegang suatu jabatan, tetapi nanti pada hari kiamat jabatan itu merupakan suatu penyesalan” (Shahih Bukhari No.7148).
3. Dari Abu Musa Al Asy’ary ra. berkata : “Saya bersama dua orang saudara sepupu datang kepada Nabi saw., kemudian salah seorang di antara keduanya itu berkata : “Wahai Rasulullah, berilah kami suatu jabatan pada sebahagian apa yang telah Allah ‘azza wajalla kuasakan terhadap tuan”. Dan yang lain juga berkata seperti itu. Kemudian beliau bersabda :”Demi Allah, aku tidak akan mengangkat seorang dalam suatu jabatan yang mana ia memintanya, atau seseorang yang sangat ambisi pada jabatan itu”. (Shahih Bukhari No.7149 dan Shahih Muslim No.1733)
Mungkin ada baiknya juga sebelum menjadi penguasa, calon-calon pemimpin belajar dari sejarah kepemimpinan di masa sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Dengan begitu mereka menyadari harus seperti apa menjadi pemimpin itu. Mudah-mudahan di masa yang akan datang semakin banyak pemimpin yang amanah dan mengutamakan kepentingan rakyatnya.
0 komentar:
Posting Komentar